Sabtu, 26 Desember 2015

Rendahnya Minat Baca Masyarakat Indonesia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) membaca berarti melihat, memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan maupun hanya dalam hati).

Setelah 70 tahun Indonesia merdeka dan tentunya sudah semakin banyak masyarakat Indonesia yang bisa mengenyam pendidikan, semestinya tingkat minat baca Indonesia bisa jauh lebih tinggi. Masih tidak banyak yang tahu kalau setiap tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional, padahal kelahiran Hari Buku Nasional yang dicetuskan di Jakarta pada 17 Mei 1980 itu dimaksudkan untuk menggalakkan minat masyarakat terhadap buku. Tujuan lainnya untuk menumbuhkan produksi buku di Indonesia. Namun, tujuan dicetuskannya Hari Buku Nasional nampaknya belum memiliki dampak signifikan terhadap minat baca masyarakat terhadap buku.

Budaya membaca memang belum pernah diwariskan nenek moyang kita. Masyarakat kita hanya terbiasa mendengar berbagai cerita secara verbal atau lisan yang diceritakan secara turun menurun. Biasanya budaya membaca dipengaruhi oleh warisan dari orang terdekat, misalnya orang tua.

Merujuk dari beberapa data, data pertama merupakan data yang pernah dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 dijelaskan bahwa sebanyak 91,68 persen penduduk yang berusia 10 tahun ke atas masih menyukai menonton televisi, dan hanya sekitar 17,66 persen yang menyukai membaca surat kabar, buku, atau majalah. Lalu, data kedua, International Education Achiecment (IEA) melaporkan bahwa kemampuan membaca siswa SD di Indonesia berada pada urutan 38 dari 39 negara peserta studi, yang berarti Indonesia menempati urutan ke-38 dari 39 negara. Data ketiga merupakan hasil studi dari Vincent Greannary yang dikutip oleh World Bank dalam sebuah laporan pendidikan “Education in Indonesia From Crisis to Recovery” tahun 1988, yang menyebutkan bahwa kemampuan membaca anak-anak kelas VI SD hanya mampu meraih kedudukan paling akhir dengan nilai 51,7 setelah Filipina (52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0), dan Hongkong (75,5). Data keempat, konsumsi surat kabar untuk 45 orang (1:45). Di Jawa Barat, buta huruf masyarakatnya mencapai 1,8 juta orang dan Banten 1,4 juta dari 8 juta warganya. Idealnya satu surat kabar dibaca oleh 10 orang atau dengan ratio 1:10. Data kelima, Third International Mathematics and Science Study (TIMMS), kemampuan matematika para siswa SLTP kita berada pada urutan 34 dari 38 negara. Berdasarkan data tersebut, Education for All Global Monitoring Report tahun 2005, Indonesia merupakan negara ke-8 dengan populasi buta huruf terbesar di dunia, yakni sekitar 18,4 juga orang buta huruf terbesar di dunia, yakni sekitar 18,4 juta orang buta huruf di Indonesia (kompas, 20 Juni 2006). Rendahnya kemampuan membaca anak-anak berdampak pada kekurangmampuan mereka dalam penguasaan bidang ilmu pengetahuan dan matematika. Data terakhir dari United Nations Development Programme (UNDP) menjadikan angka buta huruf dewasa (adult illiteracy rate sebagai barometer pengukur kualitas suatu bangsa. Hal itu juga berpengaruh pada tinggi rendahnya indeks pembangunan manusia (Human Development Index). Di mana menempatkan Indonesia berada pada urutan ke-110 dari 177 negara-negara di dunia (Human Development Report 2005. Beberapa hasil kajian dan laporan UNDP bisa disimpulkan bahwa “kekurang-mampuan anak-anak Indonesia dalam bidang matematika dan bidang ilmu pengetahuan, serta tingginya angka buta huruf dewasa karena membaca belum menjadi kebutuhan hidup dan budaya bangsa.

Melihat beberapa data di atas dari sekian banyak data yang sebenarnya ada saja sudah tentu sangat memprihatinkan, mengingat budaya baca sangat penting untuk diterapkan. Jika generasi sekarang memiliki minat baca rendah, bagaimana caranya agar bisa menjadi contoh yang baik untuk generasi mendatang.

Di negara maju seperti Jepang, budaya membaca adalah suatu kebiasaan yang telah menjadi kebutuhan bagi masyarakatnya. Tentu saja kita sering mendengar budaya membaca masyarakat Jepang yang sangat luar biasa. Tingginya minat baca tersebut adalah kunci sukses orang Jepang hingga membawa negaranya ke peringkat negara maju di dunia.

Penyebab rendahnya minat baca masyarakat di Indonesia mungkin terjadi karena banyak alasan, seperti terlalu banyak jenis hiburan, misalnya games dan tayangan TV yang kurang mendidik atau bahkan tidak mendidik sama sekali yang dapat mengalihkan perhatian orang-orang dari membaca. Banyaknya tempat hiburan dan membuat orang lupa waktu juga merupakan penyebabnya. Apalagi sarana untuk memperoleh bahan bacaan belum terlalu menunjang. Ditambah harga buku yang masih relatif mahal yang tidak sesuai dengan daya beli masyarakat. Kadang banyak pula image atau kesan yang sangat keliru, yaitu orang yang gemar membaca sering dikesankan sebagai orang yang lugu, penggugup, kurang pergaulan, dan kesan-kesan jelek lainnya. Rendahnya minat baca masyarakat kita sangat mempengaruhi kualitas bangsa Indonesia. Untuk dapat mengejar kemajuan yang telah dicapai negara-negara tetangga, perlu kita contoh apa yang menjadikan mereka lebih maju. Dengan semakin majunya zaman, membaca sekarang bisa lewat banyak media. Maka sudah seharusnya kita tingkatkan minat baca kita mengingat kemajuan zaman yang sangat memudahkan. Sudah selayaknya buku kita jadikan kebutuhan yang sebanding dengan pangan, sandang, dan papan.

Jika banyak buku-buku yang diperlukan untuk mengisi perpustakaan-perpustakaan, maka bisa dibayangkan banyaknya penulis buku, penerbit, dan toko buku yang sukses. Karena itu berpotensi besar menciptakan banyaknya lapangan kerja.

Untuk bisa menjadi bangsa yang unggul, semua pihak harus turut berperan.

Pemerintah perlu mengadakan suatu gerakan untuk meningkatkan minat baca masyarakat, pemerintah juga harus menyediakan sarana dan prasarana yang layak juga memadai (seperti menambah koleksi buku di perpustakaan-perpustakaan), sering mengadakan pameran buku, menekan harga buku di pasaran; sehingga diharapkan dengan semakin murahnya harga buku masyarakat bisa menyisihkan uangnya untuk membeli buku. Setiap peringatan Hari Buku Nasional hendaknya diadakan acara-acara yang menarik yang berhubungan dengan buku. Misalnya, pemberian penghargaan kepada orang-orang yang peduli dengan buku. Budaya baca hendaknya menjadi prioritas utama pemerintah dalam meningkatkan kecerdasan bangsa.

Lembaga pendidikan pun harus turut serta berperan untuk selalu memberikan pengarahan tentang pentingnya membaca kepada para peserta didik.

Begitu juga dengan masyarakat, harus mengubah pola pikir mengenai membaca. Membaca itu mengasyikan, bukannya membosankan. Jadi pada masing-masing pribadi perlu adanya pola pikir yang lebih maju, sudah saatnya masyarakat kita menjadi masyarakat yang senang membaca seperti masyarakat di negara maju yang memiliki motivasi kuat untuk terus membaca.

Pada intinya peningkatan minat baca masyarakat harus dilakukan oleh semua pihak agar mendapatkan hasil yang optimal agar sesuai dengan keinginan. Mulai dari pemerintah, pihak swasta, pustakawan, lembaga pendidikan, keluarga, orang tua, pecinta buku, serta berbagai elemen masyarakat lainnya. Dengan membiasakan budaya membaca, semua pihak akan mendapatkan banyak manfaat, informasi pun akan dengan mudah didapat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar