Perhatianku? Kekhawatiranku? Perlakuan spesialku? Arghhh, Mora, hentikan perasaan ini!
Aku melangkah menyusuri taman yang biasanya kami datangi bersama. Tapi kali ini berbeda. Hubungan kami sedang renggang akhir-akhir ini. Aku terlalu sensitif, dan dia mungkin mulai bingung menghadapi sikapku. Aku juga bingung menghadapi diriku sendiri.
Lalu aku melihatnya. Lintang. Nggak salah lagi, dia berdiri di dekat lampu taman. Ngapain dia di situ? Sendiri pula. Nyapa nggak ya? Hmm... jangan dulu deh. Tatapannya kosong. Seperti sedang mikirin sesuatu yang berat. Atau... ngomong sendiri? Ya ampun, dia ngobrol sama tiang lampu? Nggak mungkinlah. Tapi dia memang kelihatan gundah. Aku penasaran, jadi aku pelan-pelan mendekat, mencoba nguping.
Lalu...
"Moraaaaa. Aku mencintai kamu, Moraaaaaaa!"
Deg.
Itu... suara Lintang? Dia bilang cinta? Sama aku?
Oh Tuhan, itu namaku, kan? Mora? Aku Mora yang mana dulu nih? Tapi sepertinya nggak salah, itu aku! Ini mimpi? Kalau iya, plis jangan bangunin aku dulu.
Aku cubit tanganku sendiri. Nggak cukup. Lalu seekor semut menggigitku. Sakitnya nyata. Oke, aku nggak mimpi. Terima kasih semut, kamu saksi kisah cinta ini. Gila ya, bisa-bisanya aku bersyukur digigit semut.
Tapi sekarang... aku harus ngapain? Langsung nyamperin dan bilang, “Aku denger semuanya, dan aku juga cinta kamu?” Duh, nggak dulu deh. Badanku lemes, lutut gemetar, jantung balapan. Padahal kalau bukan di hadapannya, aku bisa tampil garang. Tapi Lintang tuh selalu bikin hatiku merendah. Bukan minder, cuma… lembek aja gitu.
Mungkin mending aku pulang aja dulu. Biar besok-besok aku pancing dia pelan-pelan. Aku pun berbalik, siap melangkah—
“Haii, Lintang.”
Eh?
“Hai, Mora.”
Ha? Mora? Tadi dia bilang Mora… terus ini siapa lagi Mora?
“Tadi aku denger loh.”
“Ehm, eh jadi kamu denger… duh jadi salting gini.”
“Kamu beneran cinta sama aku?”
“Iya, Mora.”
Loh???
INI BERCANDA???
Siapa perempuan itu? Namanya juga Mora? Seriusan? Kenapa bukan Marni gitu, atau Mita? Hadeh, Tuhan, aku baru juga bahagia sebentar.
Untung aku belum muncul di depan mereka. Bisa-bisa malu semalu-malunya. Aku hanya bisa berdiri diam, sambil terus mendengarkan mereka.
“Aku juga gitu, Lintang,” katanya.
“Aku mau sekarang ‘aku dan kamu’ jadi ‘kita.’”
“Iya, aku juga mau.”
Lalu mereka berpelukan. Manis banget, kayak Teletubbies. Tapi aku? Rasanya pengen meledak. Ternyata Mora yang dia cintai... bukan aku.
Ada dua Mora di dunia ini. Mora yang dia peluk. Dan Mora yang diam-diam selalu berharap, tapi tak pernah dimengerti.
Tuhan... tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini.
Karena dalam hitungan menit, doaku berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar