Selasa, 19 Januari 2016

Kini, Aku Harap Kamu Tahu

Namaku Wanda, perempuan sok tangguh dan selalu merawat gengsi. Hingga lupa bahwa hatiku tetap saja tidak tercipta dari batu.

Aku masih harus tetap terjaga meskipun sudah sangat lelah. Mataku yang sudah teramat berat ini masih harus tetap fokus memperhatikan tulisan yang harus aku koreksi. Akhir-akhir ini sepertinya aku memang mencoba tidak peduli pada apa pun dan menguras begitu banyak tenaga, sehingga lupa akan kesehatan yang lebih penting; pusing akibat flu menambah lemah kondisiku.

Kini, aku harap kamu tahu, meski aku yakin, kamu tidak akan mungkin membaca blogku (lagi). Aku mengoreksi tulisan-tulisanku bukan hanya dengan rasa lelah di tubuhku, tapi juga di hatiku. Aku masih mengingat persis kejadian delapan bulan lalu, saat  kamu melukaiku,  saat kamu meninggalkanku.

Kini, aku harap kamu tahu, senyum yang aku tunjukkan padamu di hari itu hanya untuk menutupi luka yang kamu buat. Mungkin kamu pikir aku akan tetap baik-baik saja. 

Mungkin, kamu tidak menyukai sosok wanita sepertiku untuk mendampingi sosokmu yang begitu kuat. Aku yang hanya perempuan cengeng dan mudah sekali cemburu ini sampai kapan saja tidak akan mungkin merebut banyak perhatianmu.

Delapan bulan lalu— kamu memilih untuk mengakhiri hubungan kita, membuatku berpikir kamu hanya mempermainkanku. Kini, aku harap kamu tahu ini. Selamanya tak akan terasa sangat lama untuk mengutuk alasanmu mengakhiri hubungan kita. Bagaimana mungkin aku bisa tetap baik-baik saja saat aku tahu, ada benih yang kamu tanam di rahim wanita itu. Ya, itu alasanmu mengakhiri kita. Tidak akan ada wanita yang bisa tetap baik-baik saja saat tau lelakinya menghamili wanita lain.

Aku membenci ketololanku, kenapa aku bisa dibodohimu. Aku kira kamu laki-laki yang baik, karena selama ini kamu selalu memperlakukanku dengan terhormat. Sekalipun tidak pernah berlaku kurang ajar terhadapku.

Bahkan aku rela hadir di acara resepsi pernikahanmu. Semua sahabatku melarangku untuk itu. Tapi dulu untuk terakhir kalinya, aku ingin menunjukkan bahwa aku akan tetap baik-baik saja. Bahkan saat menjabat tanganmu di pelaminan, aku berkata “Aku turut bahagia, atas bahagiamu.”

Aku jatuh, cinta. Aku harap kamu tahu... Meski aku tak mau menunjukkan kelemahanku secara langsung, tapi dengan sisa kebaikan di hatimu, kini, aku harap kamu tahu dan tak akan menyakiti wanita itu.