Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) membaca berarti melihat, memahami isi dari
apa yang tertulis (dengan melisankan maupun hanya dalam hati).
Setelah
70 tahun Indonesia merdeka dan tentunya sudah semakin banyak masyarakat
Indonesia yang bisa mengenyam pendidikan, semestinya tingkat minat baca
Indonesia bisa jauh lebih tinggi. Masih tidak banyak yang tahu kalau setiap
tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional, padahal kelahiran Hari
Buku Nasional yang dicetuskan di Jakarta pada 17 Mei 1980 itu dimaksudkan untuk
menggalakkan minat masyarakat terhadap buku. Tujuan lainnya untuk menumbuhkan
produksi buku di Indonesia. Namun, tujuan dicetuskannya Hari Buku Nasional
nampaknya belum memiliki dampak signifikan terhadap minat baca masyarakat terhadap
buku.
Budaya
membaca memang belum pernah diwariskan nenek moyang kita. Masyarakat kita hanya
terbiasa mendengar berbagai cerita secara verbal atau lisan yang diceritakan
secara turun menurun. Biasanya budaya membaca dipengaruhi oleh warisan dari
orang terdekat, misalnya orang tua.
Merujuk
dari beberapa data, data pertama merupakan data yang pernah dikeluarkan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 dijelaskan bahwa sebanyak 91,68
persen penduduk yang berusia 10 tahun ke atas masih menyukai menonton televisi,
dan hanya sekitar 17,66 persen yang menyukai membaca surat kabar, buku, atau
majalah. Lalu, data kedua, International
Education Achiecment (IEA) melaporkan bahwa kemampuan membaca siswa SD di
Indonesia berada pada urutan 38 dari 39 negara peserta studi, yang berarti
Indonesia menempati urutan ke-38 dari 39 negara. Data ketiga merupakan hasil
studi dari Vincent Greannary yang dikutip oleh World Bank dalam sebuah laporan pendidikan “Education in Indonesia From Crisis to Recovery” tahun 1988, yang
menyebutkan bahwa kemampuan membaca anak-anak kelas VI SD hanya mampu meraih kedudukan
paling akhir dengan nilai 51,7 setelah Filipina (52,6), Thailand (65,1),
Singapura (74,0), dan Hongkong (75,5). Data keempat, konsumsi surat kabar untuk
45 orang (1:45). Di Jawa Barat, buta huruf masyarakatnya mencapai 1,8 juta
orang dan Banten 1,4 juta dari 8 juta warganya. Idealnya satu surat kabar
dibaca oleh 10 orang atau dengan ratio 1:10. Data kelima, Third International Mathematics and Science Study (TIMMS),
kemampuan matematika para siswa SLTP kita berada pada urutan 34 dari 38 negara.
Berdasarkan data tersebut, Education for
All Global Monitoring Report tahun 2005, Indonesia merupakan negara ke-8
dengan populasi buta huruf terbesar di dunia, yakni sekitar 18,4 juga orang
buta huruf terbesar di dunia, yakni sekitar 18,4 juta orang buta huruf di
Indonesia (kompas, 20 Juni 2006). Rendahnya kemampuan membaca anak-anak
berdampak pada kekurangmampuan mereka dalam penguasaan bidang ilmu pengetahuan
dan matematika. Data terakhir dari United
Nations Development Programme (UNDP) menjadikan angka buta huruf dewasa (adult illiteracy rate sebagai barometer
pengukur kualitas suatu bangsa. Hal itu juga berpengaruh pada tinggi rendahnya
indeks pembangunan manusia (Human Development
Index). Di mana menempatkan Indonesia berada pada urutan ke-110 dari 177
negara-negara di dunia (Human Development
Report 2005. Beberapa hasil kajian dan laporan UNDP bisa disimpulkan bahwa “kekurang-mampuan anak-anak Indonesia
dalam bidang matematika dan bidang ilmu pengetahuan, serta tingginya angka buta
huruf dewasa karena membaca belum menjadi kebutuhan hidup dan budaya bangsa.
Melihat
beberapa data di atas dari sekian banyak data yang sebenarnya ada saja sudah
tentu sangat memprihatinkan, mengingat budaya baca sangat penting untuk
diterapkan. Jika generasi sekarang memiliki minat baca rendah, bagaimana
caranya agar bisa menjadi contoh yang baik untuk generasi mendatang.
Di
negara maju seperti Jepang, budaya membaca adalah suatu kebiasaan yang telah
menjadi kebutuhan bagi masyarakatnya. Tentu saja kita sering mendengar budaya
membaca masyarakat Jepang yang sangat luar biasa. Tingginya minat baca tersebut
adalah kunci sukses orang Jepang hingga membawa negaranya ke peringkat negara
maju di dunia.
Penyebab
rendahnya minat baca masyarakat di Indonesia mungkin terjadi karena banyak
alasan, seperti terlalu banyak jenis hiburan, misalnya games dan tayangan TV yang
kurang mendidik atau bahkan tidak mendidik sama sekali yang dapat mengalihkan perhatian
orang-orang dari membaca. Banyaknya tempat hiburan dan membuat orang lupa waktu
juga merupakan penyebabnya. Apalagi sarana untuk memperoleh bahan bacaan belum
terlalu menunjang. Ditambah harga buku yang masih relatif mahal yang tidak
sesuai dengan daya beli masyarakat. Kadang banyak pula image atau kesan yang
sangat keliru, yaitu orang yang gemar membaca sering dikesankan sebagai orang
yang lugu, penggugup, kurang pergaulan, dan kesan-kesan jelek lainnya. Rendahnya
minat baca masyarakat kita sangat mempengaruhi kualitas bangsa Indonesia. Untuk
dapat mengejar kemajuan yang telah dicapai negara-negara tetangga, perlu kita
contoh apa yang menjadikan mereka lebih maju. Dengan semakin majunya zaman,
membaca sekarang bisa lewat banyak media. Maka sudah seharusnya kita tingkatkan
minat baca kita mengingat kemajuan zaman yang sangat memudahkan. Sudah
selayaknya buku kita jadikan kebutuhan yang sebanding dengan pangan, sandang,
dan papan.
Jika
banyak buku-buku yang diperlukan untuk mengisi perpustakaan-perpustakaan, maka
bisa dibayangkan banyaknya penulis buku, penerbit, dan toko buku yang sukses.
Karena itu berpotensi besar menciptakan banyaknya lapangan kerja.
Untuk
bisa menjadi bangsa yang unggul, semua pihak harus turut berperan.
Pemerintah
perlu mengadakan suatu gerakan untuk meningkatkan minat baca masyarakat,
pemerintah juga harus menyediakan sarana dan prasarana yang layak juga memadai
(seperti menambah koleksi buku di perpustakaan-perpustakaan), sering mengadakan
pameran buku, menekan harga buku di pasaran; sehingga diharapkan dengan semakin
murahnya harga buku masyarakat bisa menyisihkan uangnya untuk membeli buku.
Setiap peringatan Hari Buku Nasional hendaknya diadakan acara-acara yang
menarik yang berhubungan dengan buku. Misalnya, pemberian penghargaan kepada
orang-orang yang peduli dengan buku. Budaya baca hendaknya menjadi prioritas
utama pemerintah dalam meningkatkan kecerdasan bangsa.
Lembaga pendidikan pun harus turut serta berperan untuk selalu memberikan pengarahan tentang pentingnya membaca kepada para peserta didik.
Begitu
juga dengan masyarakat, harus mengubah pola pikir mengenai membaca. Membaca itu
mengasyikan, bukannya membosankan. Jadi pada masing-masing pribadi perlu adanya
pola pikir yang lebih maju, sudah saatnya masyarakat kita menjadi masyarakat
yang senang membaca seperti masyarakat di negara maju yang memiliki motivasi
kuat untuk terus membaca.
Pada
intinya peningkatan minat baca masyarakat harus dilakukan oleh semua pihak agar
mendapatkan hasil yang optimal agar sesuai dengan keinginan. Mulai dari
pemerintah, pihak swasta, pustakawan, lembaga pendidikan, keluarga, orang tua,
pecinta buku, serta berbagai elemen masyarakat lainnya. Dengan membiasakan
budaya membaca, semua pihak akan mendapatkan banyak manfaat, informasi pun akan
dengan mudah didapat.