Sabtu, 30 April 2016

18 Tahun

Harusnya tulisan ini aku post-kan saat 5 April lalu. Parahnya aku baru mempost-nya.

Ada apa di 5 April?


Di tanggal itu, tahun 1998… aku terlahir dari rahim seorang wanita luar biasa yang kini kupanggil “Mama”. Aku percaya, senyumnya mengembang saat pertama kali mendengarkan tangisku — pertanda aku hadir ke dunia ini dalam keadaan sehat, lengkap, dan sangat dinanti. Tidak akan pernah ada satu pun sosok yang bisa menggantikan atau menyamai dirinya bagiku.

Malam sebelum ulang tahunku, kami sekeluarga sempat berdoa bersama. Sederhana, hangat, dan penuh rasa syukur. Kami potong kue kecil, berterima kasih kepada Allah karena aku masih diberikan napas dan kesehatan hingga detik ini. Rasanya selalu menyentuh ketika menyadari bahwa usia yang bertambah bukan hanya tentang perayaan, tapi tentang kesempatan yang masih diberikan.

Dan tahun ini… 5 April datang dengan wajah baru. Ini adalah ulang tahunku yang pertama sebagai seorang mahasiswi. Aku sempat berpikir, ulang tahun kali ini bakal lebih tenang. Nggak akan ada lagi drama tepung dan telur seperti masa-masa sekolah dulu. Kupikir, teman-teman kuliah pasti lebih kalem, lebih sibuk dengan tugas, dan mungkin terlalu “dewasa” untuk melakukan hal-hal jahil seperti itu lagi.

Ternyata… aku terlalu naif. 😅

Hari itu aku diajak bancakan rame-rame di rumah salah satu teman. Suasananya akrab banget. Kami masak bareng, ketawa-ketawa, makan bersama sambil ngobrolin banyak hal — mulai dari kuliah sampai gosip receh. Kue ulang tahun dari orangtuaku pun aku bawa dan kami nikmati sama-sama. Hangat banget rasanya.

Sampai akhirnya, tanpa tanda-tanda…

BYUUUURRR!

Tepung dan telur mendarat sukses di tubuhku. Lagi. Di umur segini. Di tengah-tengah keseruan disertai tawa. Kupikir aku aman dari ritual itu tahun ini, ternyata aku kembali jadi korban. Hahaha.

Greget banget, tapi jujur aku terharu. Ternyata teman-teman kuliahku juga punya sisi usil yang menyenangkan. Mereka nggak hanya datang buat makan dan merayakan, tapi juga benar-benar ingin menciptakan momen yang nggak terlupakan. Meskipun bentuk pedulinya... agak licin dan bau amis. Tapi aku senang banget. Ini ulang tahun yang akan terus aku ingat.

Terima kasih ya, teman-teman. Untuk adonannya, untuk tumpengnya, untuk tawa dan kejutannya, dan untuk kado-kado kecil yang bikin hariku jadi lebih lengkap. Ternyata bentuk perhatian itu nggak melulu lewat kata-kata manis — kadang lewat telur mentah juga bisa bikin seseorang merasa sangat dicintai. Meskipun bentuk pedulinya... agak licin dan bau amis. Tapi aku senang banget. Ini ulang tahun yang akan terus aku ingat.




Eh, belum selesai sampai di situ…

Besoknya aku jalan sama pacarku. Kirain cuma jalan biasa, tapi ternyata — taraaa! — dia juga nyiapin kejutan yang bikin aku senyum-senyum sendiri. Ada hal-hal kecil yang dia kasih, tapi semuanya ngena banget. Dan yang paling bikin gemes: ada sentuhan Doraemon di dalamnya. 😆 Tau aja kalau aku suka! Rasanya… ya ampun, bener-bener diperhatiin. Terima kasih ya, kamu.

Lusanya lagi, giliran teman-teman akrabku dari zaman SMP dan SMK yang datang ke rumah. Kami makan-makan bareng, nostalgia masa sekolah, dan mereka juga bawa kue dan kado. Seru banget! Rasanya kayak disiram hangatnya kenangan, dan aku bersyukur banget masih punya hubungan seerat ini sama mereka.



Aah... tanpa keluarga, pacar, sahabat, dan teman-teman, bulan lahirku ini nggak akan berarti apa-apa. Mereka semua yang bikin hari-hariku jadi penuh warna, dan ulang tahunku jadi lebih dari sekadar pergantian angka. 💛

Di tulisan ini, aku cuma mau bilang satu hal…

Terima kasih, ya Allah. Terima kasih juga untuk semua yang sudah menyempurnakan ulang tahunku. Untuk semua do’a, ucapan, pelukan, kejutan, adonan, dan perhatian-perhatian kecil yang ternyata berdampak besar buat hatiku.

Kini aku memulai usia 18 tahun dengan satu kata: bismillah.

Semoga tahun ini bisa jadi awal dari banyak hal baik yang menantiku di depan.